Ketika Keluarga Besar Dewan Dakwah berhimpun, kita teringat peran ‘’bapak-bapak ideologis’’ kita; Pak Natsir, Pak Syafruddin, Mr Moh Roem, Pak Yunan Nasution, Pak Kiai Hasan Basri, Pak Anwar Haryono, Pak Affandi Ridwan, Bang Hussein Umar, dan masih banyak lagi para pendahulu kita yang lain yang telah mewakafkan seluruh hidup mereka untuk berda’wah li ‘ilai kalimatillah.
Mereka tidak pernah duduk manis menonton realitas. Yang mereka lakukan adalah membaca realitas itu, dan merespon realitas itu, dengan fikiran dan amal nyata.
Kita semua menjadi saksi hidup terhadap kiprah da’wah yang telah diperankan oleh mereka dalam berbagai situasi yang dihadapi pada zamannya. Dan mereka tetap istiqamah sampai akhir hayatnya. Kini kita hanya bisa mendoakan mereka.
Kini tongkat estafeta gerakan da’wah itu berada di tangan kita. Tentu dalam realitas kehidupan yang berbeda dengan realitas kehidupan yang dihadapi oleh orang tua kita.
Dalam kiprah da’wah kita sekarang ini, kita sering merasakan sulitnya dan banyaknya problema-problema da’wah yang kita hadapi. Karena itu, ketika kita baru mampu melakukan da’wah seperti yang kita lakukan sekarang ini, sudah alhamdulillah. Itulah yang sering kita rasakan dan kita ungkapkan.
Tapi, ketika kita kembali kepada al Qur’an, kita akan segera paham bahwa sikap seperti itu adalah sikapnya orang-orang yang pesimis. Sikapnya orang-orang yang tidak mau bekerja secara optimal. Sikapnya orang-orang yang memahami da’wah hanya sebagai kewajiban bukan sebagai sebuah gerakan. Islam tidak pernah mengajarkan kita untuk berfikir pesimis, Islam selalu mengajarkan kepada kita untuk senantiasa optimis.
Karena itu, ketika kita berhadapan dengan problema-problema da’wah yang banyak dan berat, maka sebenarnya yang banyak dan berat itu bukan problema da’wahnya, tapi yang benar adalah semangat da’wah kita yang semakin menurun.
Kita yakin, Allah tidak akan membebani kita melebihi kemampuan yang ada pada diri kita. Allah berfirman :
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya” (QS. Al Baqarah:286).
Kita yakin, setiap tantangan yang Allah datangkan kepada kita, disitu juga Allah membuka peluang untuk kita.
Firman Allah SWT:
“Karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Alam Nasyrah:5-6)
Lewat ayat-ayat itu, kini kemauan dan kemampuan kita ditantang. Maukah kita, dan mampukah kita untuk menjadikan tantangan sebagai peluang. Maukah kita dan mampukah kita menjadikan kesulitan sebagai jalan untuk mencapai kesuksesan. Maukah kita dan mampukah kita menjadikan ujian dan cobaan sebagai lahan untuk menyemai kesabaran. Maukah kita dan mampukah kita menjadikan kebersamaan untuk menggapai ridho Allah sebagai pintu gerbang untuk menuju kemenangan.
Semuanya berpulang kepada kita.
Saya ingin berbaik sangka bahwa di bulan Ramadhan yang lalu, selain kita berusaha untuk meraih seluruh kandungan Ramadhan, kita pun telah memanfaatkan Ramadhan untuk melakukan perenungan terhadap kewajiban da’wah yang terpikul di atas pundak kita sebagai umat Islam. Apakah kita sudah benar-benar terikat dan terlibat dalam gerakan da’wah? Atau kita baru terikat tapi belum terlibat, atau kita sudah terlibat tapi belum terikat? Insya Allah, hati kita masing-masing akan menjawabnya.
Untuk pengetahuan kita bersama, saya ingin menyampaikan bahwa Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia sedang konsentrasi pada kaderisasi dan membangun sumber dana mandiri. Dan Insya Allah tetap melanjutkan amanah da’wah lain, yang sering disebut Pak Natsir sebagai da’wah bina’an dan difa’an, membangun keislaman dan mempertahankannya dari rongrongan pihak lain.
Kaderisasi di tingkat Pusat, ada STID (Sekolah Tinggi Ilmu Da’wah) Mohammad Natsir. Mudah-mudahan tahun ini meningkat menjadi Institut Da’wah Mohammad Natsir (INSTIDA). Di tingkat provinsi, kita mendirikan ADI (Akademi Da’wah Indonesia). Alhamdulillah ADI Sambas, Kalbar dan ADI Metro, Lampung baru saja mendapat bantuan perangkat IT dan perpustakaan dari PT Adhimix Indonesia. Dengan bantuan itu kita sudah bisa meneydiakan fasilitas kuliah jarak jauh lewat sistem teleconference.
Untuk membangun sumber dana, kita akan membangun properti berupa gedung wakaf 5 lantai plus 1 basement di Salemba dan wakaf kebun karet di Panajam, Kalimantan Timur.
Bagi bapak-bapak dan ibu-ibu yang ingin ikut berwakaf, saya informasikan, untuk wakaf properti di Salemba nilainya Rp 10 milyar dan bagi yang ingin wakaf 1 meter saja nilainya Rp. 4.000.000,-. Sementara wakaf kebun karet, untuk 1 ha senilai Rp. 56.000.000,- atau wakaf per meter-nya Rp 6.000. [] Oleh: KH. Syuhada Bahri Ketua Umum Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia / infqaclub.com