TUJUAN ALLAH SWT MENGUTUS RASUL

 Allah swt berfirman :

 

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ

"Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: 'Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku”.  (QS. Al-Anbiya : 25).

 

Tujuan utama yang paling mendasar dari diciptakannya manusia adalah mengenal Allah (marifatullah) dan penunaian kewajiban beribadah kepada-Nya dengan cara yang benar, "Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku," (QS.Adz-Dzariyat : 56). 

Dalam ayat lain Allah swt berfirman, "Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada setiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)." (QS. Nahl: 36).

Ayat di atas menunjukkan di utusnya para rasul adalah menghindarkan umat manusia dari penyembahan terhadap berhala, membimbing untuk beribadah kepada Allah, dan menjadi teladan bagi manusia. 

Pada dasarnya tidak semua manusia mampu mempertahankan dan mengikuti fitrah agama. Ketika lahir ke dunia, manusia akan bertemu dengan hal-hal duniawi dan melalaikan janjinya kepada Allah swt semasa dalam kandungan.

Oleh karenanya, Allah mengutus rasul-Nya sebagai teladan umat manusia. Rasul bertugas untuk menjelaskan cara hidup yang benar di bumi sesuai dengan fitrah. Aturan ini disampaikan oleh rasul melalui dakwah.

 

Fungsi Nabi dan Rasul

Ada beberapa fungsi nabi dan rasul menurut Al-Qur’an, di antaranya:

 

Pertama; Menjadi Saksi

Allah swt mengutus nabi serta rasul untuk menjadi saksi atas hidup orang-orang beriman dan amalan yang mereka lakukan. Selain itu, nabi dan rasul juga menjadi saksi atas keingkaran orang-orang yang tidak beriman.

Allah swt berfirman : “Dan yang demikian itu Kami telah menjadikan kalian (umat Islam) sebagai umat pertengahan agar kalian menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul menjadi saksi atas perbuatan kalian.” (Surah al-Baqarah: 143)

 

Kedua; Menyampaikan Risalah

Seluruh nabi dan juga rasul bertugas untuk memberitakan kabar gembira kepada manusia terkait wahyu yang telah diberikan oleh Allah swt.

Para rasul dipilih oleh Allah SWT dengan mengemban tugas yang tidak ringan, di antara tugas-tugas rasul itu adalah sebagai berikut;

1. Mengajarkan ketauhidan. Rasul membimbing kaumnya untuk meyakini dan meng-esa-kan (mentauhidkan) Allah Swt.

2. Mengajarkan kepada manusia cara-cara beribadah yang benar.

3. Menjelaskan hukum-hukum Allah, baik berupa perintah-perintah maupun larangan-Nya.

4. Menyampaikan kepada umatnya tentang berita-berita gaib sesuai dengan ketentuan Allah SWT.

5. Memberikan kabar gembira bagi umat yang taat dan patuh kepada Allah SWT dan memberikan kabar berita bagi yang melanggar perintah Allah SWT.

6. Memberikan contoh-contoh perilaku yang baik dalam kehidupan sehari-hari atau keteladanan yang menjadi panutan dalam perbuatan, "Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah". (QS. Al-Ahzab: 21).

 

Ketiga; Membacakan Ayat Suci

Semua nabi serta rasul bertugas untuk membacakan ayat-ayat suci yang telah diwahyukan Allah swt. Seperti Nabi Daud membacakan kitab Zabur, Nabi Isa membacakan kitab Injil pada Bani Israil, dan Nabi Musa membacakan kitab Taurat kepada Bani Israil.

Namun, berkenaan dengan tujuan di utusnya Rasulullah saw tampaknya agak sedikit berbeda dengan para Rasul lain. Beliau di utus menjadi rahmat bagi alam semesta (rahmatan lil al alamin) dan sekaligus memikul tanggungjawab berdakwah menyeru segenap umat manusia menuju penghambaan diri kepada Allah swt.

Muhammad saw lahir di tengah-tengah masyarakat Arab jahiliyah dan tatanan dunia yang bermasalah kala itu.

Jauh sebelum kelahirannya, telah disebut-sebut akan lahir sosok nabi akhir yang zaman sebagai anugerah dan pembawa rahmat bagi seluruh alam.

 

Sifat Rahmah Rasulullah saw

Bukti yang menunjukkan bahwa Allah swt mengutus nabi Muhammad saw sebagai rahmatan lil alamin atau sebagai rahmat bagi seluruh alam,  “Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam”. (QS. Al-Anbiya: 107)

Dalam sebuah riwayat dari Abu Hurairah ra, dia berkata, kepada Rasulullah dikatakan, ”Berdoalah untuk keburukan orang-orang musyrik!” Beliau menjawab, ”Saya di utus tidak untuk menjadi pelaknat. Saya di utus hanyalah untuk menjadi rahmat”. (HR. Muslim).

Dalam Hadits tersebut Rasulullah saw telah menegaskan bahwa kerasulannya sebagai rahmat, bukan sebagai laknat.

Kepribadian rahmah dalam diri Nabi saw merupakan anugrah dari Allah swt sebagai penopang misi kenabiannya. Hal ini diisyaratkan Allah swt dalam QS. Ali Imran: 159: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”.(QS. Ali Imran :159).

Ayat tersebut menuntunkan keagungan akhlak Nabi yang dihiasi dengan sikap lemah lembut, lapang dada, dengan kesiapan memberi maaf dan memintakan maaf, musyawarah, dan tawakkal yang semuanya bermuara dari rahmah Allah swt.

Artinya, Rahmah memuat makna yang mendasar, yakni kehalusan, kelembutan, kasih sayang dan memberikan kebaikan secara nyata.

Allah swt telah menuntunkan bahasa rahmah dalam Al-Qur’an dalam berbagai keadaan dan kepentingan.

Ada lima bahasa rahmah, yakni: qaulan layyinan “Perkataan yang lemah lembut”. (Thaha: 4), qaulan baliighan “perkataan yang membekas dalam jiwa”. (An-Nisa’: 63), qaulan maisuran “perkataan yang pantas” (Al-Isra’: 28), qaulan kariiman “perkataan yang mulia” (Al-Isra’: 23), dan qaulan sadiidan  “perkataan yang benar” (Al-Ahzab: 70-71).

Wallahu a’lam. (Abu Ahmad)

Previous Post Next Post