Iman Kepada Allah Mengalahkan Hawa Nafsu
Tatkala Nabi Ibrahim telah sampai dipuncak perjuangan, Nabi Ibrahim telah berjaya, dapat memenangkan Imannya dan mengalahkan hawa nafsunya. Imannya menang, nafsunya kalah. Nabi Ibrahim berkata : "Perintah Allah diatas segalagalanya", ia telah berazam mendahulukan perintah Allah dari kepentingan dirinya, karena keridhaan Allah itulah yang maha besar.
"Dan keridhaan Allah itulah yang lebih besar, itulah kemenangan yang maha hebat." (Q.S. At Taubah : 72)
Kemudian berkatalah Nabi Ibrahim kepada anaknya Ismail :
"Tatkala Ismail berangkat menjelang dewasa, berkatalah Ibrahim kepada anaknya: Wahai anakku, aku ini diperintahkan oleh Allah supaya menyembelihmu. Bagaimana pendapatmu wahai anak?"
Menyahut Ismail sebagai berikut
"Wahai Bapakku, Bapak laksanakanlah sebagai yang diperintahkan Allah kepada bapak. Mudah-mudahan bapak akan menyaksikan bahwa aku dari orang-orang yang sabar menerima ketentuan dari Allah itu."
Demikianlah keadaannya dari Bapak dan anak yang sama-sama beriman kepada Allah. Nabi Ibrahim selaku bapak, walaupun ia berkuasa, dan bisa menguasai anaknya Ismail, tetapi tidaklah ia mendikte, melakukan tekanan, paksaan, kepada anaknya Ismail. Ternyata dimintanya juga pendapat anaknya. Sebaliknya Ismail, walaupun ia bisa melarikan diri, lolos dari penderitaan yang mengerikan itu. Tetapi dia rela, karena perintahnya dari Allah Swt.
“Maka tatkala keduanya, bapak dan anak, sudah sama-sama berserah diri, rela menjalankan perintah Allah itu, dan Ismail telah berbaring merebahkan diri dihadapan bapaknya, sedangkan Nabi Ibrahim sudah siap dengan pisau tajam, terhunus mengkilat ditangannya, hendak meletakkan pisau itu diatas leher anak kandungnya yang sangat disayangi itu. Maka dalam saat-saat yang amat kritis itulah, Allah berseru memanggil Nabi Ibrahim dengan firmanNya :
"Dan ketika itu kami serulah dia : Hai Ibrahim! Sesungguhnya engkau benar-benar sangat mentaati perintah Kami. Sekarang Kami bebaskan engkau dari perintah menyembelih anakmu Ismail ini. Sesungguhnya perintah itu hanyalah semata-mata ujian saja kepadamu. Dan mulai saat ini, kami tebus penyembelihan Ismail ini dengan kewajiban menyembelih ternak, penyembelihan ternak ini akan disyariatkan sampai akhir zaman. Kelak, merupakanpenyembelihan besar-besaran." (Q.S. Ash Shaffat : 99 -108)
Demikianlah umat Islam tidak bosan-bosannya, berulang kali setiap tahun menelaah, merenungkan kembali peristiwa besar, sejarah penting kehidupan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail anaknya itu, menempuh ujian berat yang tiada taranya. Setiap tahun kemenangan Nabi Ibrahim itu diperingati dengan Ibadah Haji dan penyembelihan hewan Qurban dimana-mana. Disetiap penjuru dunia, dimana saja umat Islam berada.
Penyembelihan ternak Qurban merupakan lambang kemenangan Iman. Bukan merupakan tugu yang mati yang tersusun dari batu bata, pasir dan semen. Tetapi tugu yang hidup bermanfaat, berfungsi sosial, berupa daging penyembelihan ternak yang dapat dinikmati oleh fakir miskin.
Selain Syiar, Qurban Juga Untuk Taqarrub Ilallah
Qurban yang dimaksud disini juga berarti "Taqarrub Ilallah", artinya: mendekatkan diri kepada Allah Swt dengan harta benda, kekayaan, dengan ilmu pengetahuan, pemikiran, tenaga dan jerih payah. Dengan wibawa, pengaruh dan perasaan. Dengan apa saja sekalipun, sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Pada Hari Raya Haji ini disyariatkan Qurban khusus, penyembelihan ternak yang dagingnya dibagikan kepada fakir miskin, yang meminta ataupun tidak meminta. Dijelaskan dalam firman Allah surat Al Haj ayat 37:
“Bukanlah darah dan daging ternak itu yang sampai kepada Allah Swt. Akan tetapi yang sampai kepada Allah ialah nilai Taqwa dalam mengeluarkan harta benda kekayaan untuk ibadah Qurban tersebut. “
Ditambah oleh Rasulullah Saw, "Seseorang yang telah mempunyai kemampuan untuk berqurban, tetapi ia enggan mengeluarkan hartanya untuk qurban itu, biarlah orang itu tidak ikut hadir ditempat sholat kita ini."
Tidak Ada Perjuangan Yang Tidak Meminta Korban
Apabila kita membuka lembaran sejarah, baik sejarah perkembangan Islam dari abad ke abad, maupun perkembangan sejarah Nasional dari masa ke masa, semenjak dahulu sampai hari ini, semuanya itu menggambarkan perjuangan. Benarlah sebagaimana pepatah mengatakan :"Tak ada perjuangan yang tak meminta korban."
Sejarah menjadi saksi, bila semangat pengorbanan sudah meluap, menggelombang, niscaya perjuangan meningkat naik, cerah dan cemerlang. Sebaliknya bilamana semangat pengorbanan sudah dingin membeku, niscaya perjuanganpun menurun kebawah, menjadi suram dan muram. Demikian pula pada umumnnya, baik perjuangan menyangkut urusan agama, maupun perjuangan menyangkut kepentingan nasional.
Memang sebenarnya segala sesuatu, tidak dapat dipisahkan dari perjuangan. Suksesnya pembangunan bangsa dengan pejuangan. Menegakkan kebenaran dengan perjuangan. Pokoknya, memerlukan kemampuan memperjuangkannya. Dan tidak ada perjuangan yang tidak meminta pengorbanan. Pengorbanan harta benda, pengorbanan pangkat dan kekuasaan, pengorbanan kesenangan dan perasaan, dan dimana perlu pengorbanan jiwa dan darah sekalipun.
Oleh karena itu, bagi orang-orang yang belum mampu menunaikan Ibadah Haji ke tanah suci Makkah Al Mukarramah, sangat dititik beratkan Ibadah Qurban ini. Mendidik, melatih dan membiasakan berkorban adalah tujuan essensial dari ajaran Islam. Baik korban dalam pengertian umum maupun korban dalam pengertian khusus dengan penyembelihan ternak, dengan segala kesungguhannya.
"Dan berjuanglah kamu dijalan Allah dengan sebenar-benar berjuang, bersungguh-sungguh.". (Q.5. Al Haj : 78)
"Dan apa-apa yang kamu persiapkan untuk dirimu dari Amal kebaikan, niscaya akan kamu peroleh dari sisi Allah balasannya yang lebih baik dari itu." (Q.S. Al Muzammil : 20)/ Bersambung *** Oleh : H. Amlir Syaifa Yasin, MA Sekretaris Umum Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia